Scroll untuk baca artikel
Opini

JAM-Pidum Menyetujui 8 Restorative Justice, Salah Satunya Perkara Pencurian di Lombok TengahJAM-Pidum Menyetujui 8 Restorative Justice, Salah Satunya Perkara Pencurian di Lombok Tengah

32
×

JAM-Pidum Menyetujui 8 Restorative Justice, Salah Satunya Perkara Pencurian di Lombok TengahJAM-Pidum Menyetujui 8 Restorative Justice, Salah Satunya Perkara Pencurian di Lombok Tengah

Sebarkan artikel ini

Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 8 (delapan) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme restorative justice (keadilan restoratif) pada Rabu, 4 Juni 2025.

Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Herdiani dari Kejaksaan Negeri Lombok Tengah yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Example 300x600

Kronologi bermula pada hari Minggu, tanggal 23 Maret 2025, sekitar pukul 11.00 WITA telah terjadi dugaan tindak pidana pencurian di Toko Emas ALYA RIZKIA yang berlokasi di Komplek Pertokoan Pasar Jelojok, Desa Kopang Rembiga, Kecamatan Kopang, Kabupaten Lombok Tengah.

Kejadian berawal saat saksi pemilik toko emas Korban Haryati sedang melayani pembeli. Seorang perempuan yang diketahui Tersangka Herdiani datang ke toko tersebut dari arah depan mengenakan pakaian berkerudung hitam dan masker berwarna coklat muda.

Tersangka Herdiani kemudian meminta untuk melihat satu buah kalung rantai emas bermata daun dengan permata putih, dan memakainya di leher untuk mencoba. Ia sempat menanyakan harga emas per gram dan dijawab oleh Saksi Korban Haryati bahwa harga per gram adalah Rp1.500.000 dengan berat kalung mencapai 18,79 gram.

Setelah mencoba, Tersangka membuka kalung tersebut dan secara tiba-tiba melarikan diri ke arah dalam pasar di belakang toko sambil membawa kalung tersebut menggunakan tangan kirinya.

Saksi Korban langsung berteriak “copet”, dan tidak lama kemudian warga sekitar berhasil mengamankan Tersangka. Anggota Kepolisian Sektor Kopang yang menerima laporan segera datang ke lokasi, mengamankan Tersangka berikut barang bukti dan membawanya ke Polsek Kopang untuk proses hukum lebih lanjut.

Dari hasil pemeriksaan, Rersangka mengaku nekat melakukan pencurian karena alasan kebutuhan ekonomi dan untuk membayar utang. Akibat dari perbuatan tersebut, Saksi Korban mengalami kerugian sebesar Rp28.170.000 (dua puluh delapan juta seratus tujuh puluh ribu rupiah).

Baca Juga :  Buramnya Dunia Pendidikan. PPDB 'Curang, Anak Bangsa Jadi Korban.

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, Nurintan. M.N.O. Sirait, S.H., M.H., Kasi Pidum Fajar Said, S.H, LL.M serta Jaksa Fasilitator Anak Agung Gede Triyatna, S.H menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Saksi Korban. Lalu Saksi Korban meminta agar proses hukum yang dijalani oleh Tersangka dihentikan. Terlebih Saksi Korban belum mengalami kerugian, karena Tersangka sudah terlebih dahulu diamankan.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Lombok Tengah mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Enen Saribanon, S.H., M.H

Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Rabu, 4 Juni 2025.

Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 7 (tujuh) perkara lain yaitu:

  1. Tersangka Marets Lorensio Lohy alias Marex Lohy alias Abu Lohy dari Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat, yang disangka melanggar Pasal 170 Ayat (1) KUHP dan atau Pasal 351 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  2. Tersangka Corneles Waileruny dari Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  3. Tersangka Riska Amelia binti Basuki dari Kejaksaan Negeri Palembang, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
  4. Tersangka Anggit Aji Kurniawan bin Lagiman dari Kejaksaan Negeri Bantul, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  5. Tersangka Deska Yulianti dari Kejaksaan Negeri Pandeglang, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
  6. Tersangka Kusnadi alias Jakir alias Heru bin (Alm) Yunani dari Kejaksaan Negeri Pandeglang, yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
  7. Tersangka Sabaha Saleh alias Sabaha dari Kejaksaan Negeri Ternate, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Baca Juga :  Demi Suksesi PPDB Perpindahan Domisili Terjadi

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

  • Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
  • Tersangka belum pernah dihukum;
  • Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
  • Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
  • Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
  • Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
  • Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
  • Pertimbangan sosiologis;
  • Masyarakat merespon positif.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum.

Jakarta, 4 Juni 2025

KEPALA PUSAT PENERANGAN HUKUM

Dr. HARLI SIREGAR, S.H., M.Hum.

Keterangan lebih lanjut dapat menghubungi

  1. Irwan Datuiding, S.H., M.H. / Kabid Media dan Kehumasan

Dr. Andrie Wahyu Setiawan, S.H., S.Sos., M.H. / Kasubid Kehumasan

Hp. 081272507936

Email: [email protected]

 

banner 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *