JAKARTA – LIPUTAN BERITA7 Koalisi sipil anti korupsi dan anti kriminalisasi (selanjutnya disebut Koalisi Sipil) menanggapi pemberitaan media mengenai pernyataan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, yang akan mengklarifikasi Wamenkumham, Edward Omar Sharief Hiariej (EOSH alias Eddy Hiariej), dalam penyelidikan perkara dugaan korupsi terkait dugaan gratifikasi 7 miliar. Rabu (5/4/2023).
Koalisi Sipil mengingatkan bahwa laporan Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, kepada KPK adalah terkait dugaan korupsi atas 3 peristiwa yang diduga pidana korupsi, yaitu:
1. Penerimaan dana 4 miliar bulan April dan Mei 2022 melalui Aspri Wamenkumham, Sdr. YAR, terkait konsultasi hukum.
2. Penerimaan tunai 200 ribu USD dari pengusaha HH yang diterima oleh Aspri Wamenkumham YAR terkait pengesahan badan hukum.
3. Peristiwa dugaan korupsi permintaan Wamenkumham melalui chat tanggal 25 dan 26 Juli 2022 kepada pengusaha HH untuk posisi Komisaris Wamenkumham yang diminta diwakili oleh dua asisten pribadinya, YAM dan YAR, yang kemudian diwujudkan dengan pemberian jabatan komisaris berdasarkan akta notaris F, S.H., Nomor 09 tanggal 14 September 2022, dimana YAM masuk sebagai komisaris PT. CLM dan dilanjutkan dengan pembayaran honor Rp. 240.000 pada 31 Oktober 2022 sebagai honor komisaris untuk bulan September dan Oktober 2022.
Koalisi mendesak KPK melakukan klarifikasi seluruh fakta yang dilaporkan oleh IPW dan didalami secara komprehensif. IPW telah menyerahkan bukti-bukti lengkap saat diklarifikasi oleh tim klarifikasi KPK.
Koalisi Sipil merasa janggal kalau yang diperiksa hanya soal dugaan aluran 7 miliar saja. Bila klarifikasi KPK hanya terkait aliran 7 miliar dan tidak dikembangkan pada soal permintaan klarifikasi atas permintaan posisi komisaris PT. CLM oleh Wamenkumham EOSH pada pengusaha HH, maka hal tersebut sangat mungkin akan menutup upaya pengungkapan dugaan korupsi pada Wamenkumham EOSH.
Koalisi berpendapat penempatan 2 (dua) orang Aspri (non ASN), yang salah satunya adalah Advokat, oleh Wamenkumham EOSH diduga kuat sebagai modus untuk memudahkan KKN dalam pelayanan publik sebagaimana diatur dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Hal ini akan merusak citra Kemenkum HAM, yang oleh karena itu Menteri Yasona harus segera memberhentikan atau memecat dan melarang kedua orang Aspri Wamenkumham EOSH untuk ikut berkantor di Kemenkum HAM. Bagaimana mungkin Aspri itu masih punya nama baik kalau difungsikan sebagai bagian dari kepanjangan tangan atau kroni dari Wamenkumham untuk memperkuat KKN di lingkungan Kemenkum HAM?? Ini benar-benar mencoreng wajah Kemenkum HAM RI.
Salam anti korupsi..!!
1. Koalisi Sipil Anti Korupsi dan Anti Kriminalisasi
2. Petrus Selestinus, S.H. (Perekat Nusantara)
3. Saor Siagian S.H. & Sandi Situngkir, S.H. (TAMPAK)
4. Erick Paat, S.H. (TPDI)
5. Carel Ticoalu, S.H. (Regulation Watch)
6. Pitra Romadoni Nasution (Kongres Pemuda Indonesia)
7. Syamsul Alam Agus S.H. (Yayasan Satu Keadilan)
8. M. Syafei S.H. (Peradi Pergerakan)
9. Faber Manurung S.H. (Bhintara Muda Nusantara)
10. Wahyu (Pandawa Nusantara)
11. Lembaga Studi Advokasi Korupsi
12. Data Wardana (IPW)
13. Dr (c) Petrus CKL Bello, S.H., M.H., M.Phil
14. Alfons Loemau, S.H.
15. Deolipa Yumara, S.H., S.Psi.
16. Alamsyah Hamonangan Sinurat S.H.
17. Daniel Tonapa Masiku, S.H.
18. Ujang Sudjai Thohiri, S.H.
19. Dolfi Rompas, S.Sos., S.H., M.H.
20. Basri, S.H.
21. Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA (PPWI). (Red)