Kota serang,-liputanberita7.com-Kebijakan terkait penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 5 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2024 menimbulkan diskusi yang menarik. Dalam Pasal 4 disebutkan bahwa gubernur dapat menetapkan UMK, sedangkan Pasal 5 ayat (2) menetapkan bahwa nilai kenaikan UMK untuk tahun 2025 adalah sebesar 6,5% dari UMK tahun 2024. Frasa dapat dalam Pasal 4 memberikan sifat opsional, sementara ketentuan dalam Pasal 5 ayat (2) mengatur kenaikan dengan angka yang spesifik.
*Perspektif Dari Sila-Sila Pancasila*
Sila ke 5 Pancasila : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia terhadap Penetapan UMK yang bersifat opsional (dapat) mencerminkan fleksibilitas kebijakan untuk menyesuaikan dengan kondisi daerah. Namun, ini dapat menciptakan potensi ketidakadilan bagi pekerja di daerah yang UMK-nya tidak ditetapkan. Padahal, Pasal 5 ayat (2) sudah menetapkan angka kenaikan sebesar 6,5%. Dalam konteks keadilan sosial, pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak membuka celah bagi kesenjangan kesejahteraan antara daerah yang menetapkan dan yang tidak menetapkan UMK.
Kemudian Sila ke 2 : Kemanusiaan yang adil dan beradab, dalam hal ini Hak pekerja untuk mendapatkan penghidupan yang layak harus menjadi prioritas utama. Kebijakan opsional dalam menetapkan UMK berpotensi melanggar prinsip kemanusiaan jika tidak disertai pengawasan yang ketat. Pemerintah harus memastikan bahwa fleksibilitas ini tetap berlandaskan penghormatan terhadap hak-hak pekerja, sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.
Lalu jika kita melihat sila ke 3 Pancasila yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab, adanya Kebijakan yang tidak seragam dalam penetapan UMK dapat menimbulkan ketidakpuasan di kalangan pekerja, terutama jika ada daerah yang tidak menetapkan UMK. Hal ini berpotensi memengaruhi hubungan industrial dan persatuan nasional. Untuk menjaga persatuan, perlu ada koordinasi dan komunikasi yang baik antara pemerintah pusat, daerah, pengusaha, dan pekerja.
*Kesimpulan dan Rekomendasi*
Ketentuan dalam Pasal 4 dan Pasal 5 Permenaker No. 16 Tahun 2024 menunjukkan adanya fleksibilitas dalam penetapan UMK. Namun, fleksibilitas ini harus diimbangi dengan tanggung jawab moral dan pengawasan yang kuat dari pemerintah agar tidak menciptakan ketimpangan kesejahteraan. Dalam hal ini Pemerintah pusat dan daerah perlu memastikan bahwa kebijakan ini harus diimplementasikan secara adil melalui pengawasan ketat serta mendorong dialog tripartit di setiap daerah untuk mengevaluasi kebutuhan penetapan UMK secara objektif.