Oleh karena itu, pelayan-pelayan dalam rangka mempertahankan iman sebagai bagian dari kesetiaan kepada Tuhan harus mampu berpikir kritis, komunikatif, kreatif dan inovatif di tengah kondisi dan era transisi yang menjadi tantangan. Hal yang senada diucapkan oleh (Susilo Pranoto, 2015) dengan menyatakan bahwa kesetiaan pelayan Tuhan harus siap mengorbankan banyak hal dan jauh dari memanjakan diri, melainkan perlu melatih diri agar tetap teguh dan kuat mencapai garis akhir.
Pelayan harus berpikir kritis dalam rangka mempertahankan iman sebagai bagian kesetiaan kepada Tuhan
Berpikir kritis adalah mampu berpikir secara logis.dan reflektif, suatu proses berpikir yang membangun atau konstruktif yang bertujuan untuk mencari solusi (Widha Nur Shanti, Dyahsih Alin Sholihah, 2017) Nilai berpikir kritis tidak terpisahkan dari nilai kejujuran, ketulusan dan kecerdikan. Kemampuan berpikir kritis membuat pelayan Tuhan menjadi SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, dan time-bound goals). Pemikiran kritis adalah sesuatu yang dapat membantu pelayanan Tuhan menentukan apa yang diyakininya. Seperti contoh Paulus dalam mengambil keputusan melayani Tuhan sehingga setelah pertimbangan dapat menyimpulkan bahwa lebih baik kehilangan nyawa dari pada kehilangan iman kepada Kristus. Oleh karena itu dia berani berkata bahwa hidup adalah Kristus dan kematian sekalipun dalam iman kepada Kristus merupakan suatu keuntungan. Maka pikiran kritis yang sama Paulus berusaha mengingatkan Timotius di tengah menjamurnya berbagai pengajar sesat, yang mengancam iman umat Allah kepada Kristus. Demikian pada era transisi ini, dengan menjamurnya ajaran-ajaran di media sosial Youtube dan lainnya, pelayan Tuhan perlu dan wajib berpikir kritis, tidak mudah diombang-ambingkan oleh berbagai angin pengajaran.