PENDAHULUAN
Menjadi pelayan Tuhan bukanlah perkara yang mudah, sebab memutuskan ambil bagian di dalam pelayanan memerlukan komitmen dan dedikasi yang tinggi. Dengan kata lain, pelayan Tuhan harus mengerti mengapa memilih profesi itu, oleh karena tanpa memahami seluk-beluk pelayanan, seorang pelayan Tuhan dapat mengalami depresi tingkat tinggi yang pada akhirnya mendorong dirinya meninggalkan tanggung jawab pelayanan dan panggilan yang telah Allah anugerahkan kepadanya. Transisi adalah masa pergantian yang ditandai dari perubahan fase awal ke fase yang baru. Biasanya pada saat transisi keadaan belum stabil, belum benar-benar meninggalkan yang lama dan belum sepenuhnya beradaptasi dengan yang baru. Saat ini dengan mengalami masa transisi setelah beberapa tahun dilanda pandemi covid-19. Situasi belum sepenuhnya pulih kembali seperti sedia kala dan melumpuhkan segala sudut kehidupan manusia di dunia termasuk Indonesia.
Transisi adalah peralihan dari satu keadaan, tindakan, kondisi, tempat, dan sebagainya ke keadaan, tindakan, kondisi, atau tempat yang lain. Transformasi atau transisi pelayanan adalah perubahan struktur pelayanan pada suatu masa. Transisi ini mengakibatkan pelayanan harus mengalami perubahan dalam segala bidang, walaupun harus tetap mempertahankan kemurnian Injil.
Surat 2 Timotius 4 adalah surat penggembalaan atau pesan yang ditulis dan kirim Paulus kepada Timotius yang merupakan anak rohaninya yang mempunyai kedudukan atau jabatan sebagai gembala atau pemimpin rohani di Jemaat yang terdapat di Efesus. Isi suratnya mengangkat keperluan dalam pelaksanaan tugas pelayanan yang tidak mudah tersebut, akan pelayan yang berkualitas dengan kapasitas serta loyalitas yang baik dalam mengabdi kepada Allah sampai tuntaskan tugas pelayanan sebagai orang yang telah dipanggil dan diberi tanggung jawab memberitakan Injil (Trisno Kurniardi, 2017) menyampaikan tujuan surat 2 Timotius yang ditulis oleh Paulus adalah memberi dorongan kepada Timotius untuk menjaga kemurnian Injil dan standarnya yang kudus dari pencemaran oleh guru palsu. Jemaat di Efesus menghadapi tekanan dan penganiayaan dari pihak penguasa, dan juga oleh karena berbagai pengajaran yang menyimpang, Jemaat merasakan kebingungan (Laia, 2020).