JAKARTA, LIPUTANBERITA7.COM. Sumber dana Hamas sebelumnya berasal dari pungutan pajak atas barang komersial dan pengawasan distribusi bantuan. Hamas juga kerap mengenakan tarif tinggi terhadap barang-barang pokok dan menunda distribusi bantuan untuk menaikkan harga pasar. Namun, ketika Israel memblokir bantuan pada Maret, pendapatan ini anjlok.
Tekanan militer dan finansial yang semakin besar membuat Hamas kehilangan dukungan publik di Gaza. Seorang pegawai pemerintah Hamas bernama Rami mengatakan bahwa keyakinan atas kemenangan besar kini berubah menjadi kemarahan dan kekecewaan.
Adam Boehler, utusan khusus AS untuk krisis sandera Gaza, pada Senin (21/7/2025) lalu mendesak Hamas agar menerima kesepakatan gencatan senjata dan membebaskan para sandera untuk mengakhiri perang. Usulan itu mencakup pembebasan 10 sandera hidup dan pemulangan 18 jenazah, namun Hamas belum memberikan tanggapan resmi.
Hamas dinilai melakukan kesalahan strategis dengan mengasumsikan bahwa perang dengan Israel tidak akan berlangsung lebih dari satu tahun. Akibatnya, kelompok tersebut kini kehabisan sumber daya, sementara konflik terus berkecamuk lebih dari 20 bulan.
Perang ini bermula setelah serangan besar-besaran Hamas ke wilayah selatan Israel pada 7 Oktober 2023. Serangan tersebut memicu serangan balasan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) ke Jalur Gaza yang menewaskan ribuan orang dan menghancurkan infrastruktur.
Sebulan setelah serangan itu, para pemimpin Hamas menyatakan bahwa pengorbanan tersebut adalah bagian dari perjuangan kemerdekaan Palestina. Khalil al-Hayya, anggota senior Hamas, dalam wawancara di Doha, Qatar, menyatakan bahwa konflik ini telah memaksa dunia untuk kembali memperhatikan isu Palestina.
Menurut mantan perwira intelijen Israel Oded Ailam, Hamas kini tidak mampu membayar pejuangnya, membangun kembali jaringan terowongan, atau mengganti fasilitas komando bawah tanah yang hancur. Bahkan, Mohammed Sinwar, salah satu komandan Hamas, dilaporkan bersembunyi di bunker sederhana sebelum akhirnya tewas dalam serangan udara Mei lalu.
Pemerintah Hamas pun dilaporkan tak lagi mampu membayar gaji pasukan keamanan dan staf administratifnya. Mereka bahkan kesulitan memberikan santunan kepada keluarga para pejuang yang gugur..