JAKARTA, LIPUTANBERITA7.COM. Asia Tenggara telah digambarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai “titik nol” bagi industri penipuan daring global, di mana para korban kerap diperdaya melalui modus asmara atau bisnis untuk menipu pengguna media sosial, dengan kerugian mencapai sekitar US$ 40 miliar per tahun.
Menurut Amnesty International, pusat-pusat penipuan di Kamboja beroperasi dalam skala besar dan melibatkan berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia, termasuk perdagangan manusia, kerja paksa, eksploitasi anak, penyiksaan, dan perbudakan modern. Laporan terbaru menyebut sedikitnya terdapat 53 kompleks penipuan di Kamboja yang dijalankan oleh jaringan kriminal terorganisasi.
Pada Maret lalu, Kamboja mendeportasi 119 warga Thailand dari total 230 warga asing yang ditahan dalam penggerebekan pusat dugaan penipuan siber di kota perbatasan Poipet.
Pihak berwenang Kamboja menangkap lebih dari 200 warga negara Vietnam dalam serangkaian penggerebekan terhadap pusat penipuan online, di tengah perintah tegas dari Perdana Menteri Hun Manet untuk memberantas kejahatan dunia maya yang marak terjadi di negara tersebut.
Penangkapan massal ini dilakukan pada Senin (14/7/2025) dan Selasa (15/7/2025) di ibu kota Phnom Penh dan kota pesisir Sihanoukville, lokasi yang selama ini dikenal sebagai pusat aktivitas penipuan daring.
“Sebanyak 149 warga Vietnam, tiga warga Tiongkok, dan 85 warga Kamboja ditangkap dalam penggerebekan di dua gedung yang digunakan sebagai markas penipuan di Phnom Penh,” kata polisi setempat, Rabu (16/7/2025.
Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) memperingatkan pada April bahwa industri penipuan ini kini meluas ke luar Asia Tenggara, bahkan mencapai Amerika Selatan, Afrika, Timur Tengah, Eropa, hingga kepulauan Pasifik.